No Prestasi: 694
Pelopor Pelayanan Publik Perpustakaan Digital dan Aplikasi Corona Pedia di Masa Pandemi
REKORIS :
Drs. MUHAMMAD SARIF BANDO, M.M. ( Kepala Perpustakaan Nasional )
DESKRIPSI :
Muhammad Syarif Bando (lahir 18 Januari 1964) adalah Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sejak 8 Juni 2016. Ia memperoleh gelar sarjana ilmu perpustakaan dari Universitas Hasanuddin. Pria asal Sulawesi Selatan ini menggantikan kepala Perpusnas sebelumnya, Sri Sularsih. Setelah menjalani sekitar tiga bulan pertama masa tugasnya, Syarif mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan program digitalisasi buku-buku koleksi Perpusnas. Menurutnya, program ini sejalan dengan cita-cita Perpusnas mengubah konsep lama perpustakaan menjadi penyedia informasi yang memudahkan pembelajaran masyarakat di era digital.
Berdasarkan pengalaman kami, di beberapa wilayah Indonesia khususnya Indonesia bagian timur, justru masyarakat sangat ingin mendapat bahan bacaan yang memadai tetapi sarana dan prasara yang tidak bisa mendukung. Saya contohkan di Sulawesi, ketika ada satu tenaga perpustakaan berkeliling dengan perahu. Dia berkeliling menggunakan perahu di kawasan pedalaman Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Anak-anak di sana sangat menanti kedatangannya. Mereka selalu bertanya, kapan perahu buku keliling datang lagi? Anak-anak senang disediakan bahan bacaan. Ini menandakan, masih ada keinginan kuat dari masyarakat untuk membaca. Kondisinya lain dengan di Pulau Jawa, yang mana akses pada perpustakaan dan toko buku sangat mudah dijangkau. Di beberapa kota di Jawa, seperti Yogyakarta dan Bandung, minat baca masyarakat masih tinggi, khususnya di kalangan remaja, mahasiswa, dan kaum muda lainnya.
Menurut beliau minimal harus ada beberapa hal uang harus diberdayakan untuk meningkatkan minat baca :
- Pertama, tersedianya bahan bacaan yang memadai.
- Kedua, bahan-bahan bacaan itu mesti sesuai dengan latar belakang dan minat si pembaca. Artinya, jangan menyediakan bahan bacaan yang bukan menjadi minat atau bidang dia. Seperti olahragawan, mestinya harus disediakan buku tentang referensi dalam bidang olahraga, bukan seni.
- Ketiga, adanya rasio yang seimbang antara buku dan jumlah penduduk di suatu daerah.
- Keempat, tersedianya wahana untuk mendapatkan bahan bacaan berupa taman baca atau perpustakaan yang dekat dengan masyarakat.
- Kelima, ada penulis dan penerbit yang produktif menghasilkan bahan bacaan.
- Keenam, distribusi bahan bacaan secara merata ke seluruh wilayah.
- Terakhir, adanya upaya peningkatan layanan digitalisasi bahan bacaan. Bahan bacaan yang sudah diubah bentuknya dari buku ke digital mestinya ditampilkan secara penuh, bukan hanya sampul dan abstraknya.
Harapan dari beliau kiranya hal ini menjadi perhatian pemerintah dan pihak yang terkait, demi meningkat minat baca dan sumberdaya manusia khusunya generasi muda Indonesia dan masyarakat Indonesia umumnya.
Atas prestasinya Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) mengapresiasikan dan mencatat sebagai rekor ke 694